Pekerjaan terberat seorang Wali Kelas adalah saat mengisi nilai raport. Karena saya termasuk guru yang gak betah duduk lama. Namun demikian saya sangat menikmati saat mengisi kolom catatan wali kelas. Biasanya rata- rata wali kelas mengisinya dengan simpel dan sederhana misalnya : Tingkatkan belajarmu, Pertahankan prestasimu dll.
Lalu saya iseng menulis sebuah deskripsi berisi tentang kelebihan siswa seperti contoh berikut ini :
- "Kamu anak yang cerdas, punya keingin tahuan yang luar biasa, jika kamu bisa memanfaatkannya suatu hari kelak kamu akan menjadi pribadi yang sukses". (untuk anak yang pintar)
- "Kamu anak yang aktif, suka hal-hal yang baru dan tidak pernah bisa diam itu menunjukkan kamu anak yang enerjik". (untuk anak yang selalu ribut dan suka berkeliaran di kelas)
- "Kamu anak yang sopan, baik dan pandai menjaga perasaan teman terutama guru" (untuk anak pendiam)
- "Kamu anak paling rapi dan bersih, ibu dan teman-temanmu sangat menyukaimu karena hal itu". (untuk anak yang selalu rapi dan bersih)
Dan masih banyak catatan-catatan lain yang saya sesuaikan dengan kepribadiannya masing-masing. Tidak sulit menuliskan kelebihannya sebab setiap anak memang punya kelebihan masing-masing, sebandel-bandelnya anak sekalipun kalau kita mau jujur pasti punya kelebihan.
Bahkan saya pernah punya anak didik laki-laki yang omongannya kasar, hampir tiap hari melawan guru, jarang hadir, suka bolos, jangan tanya soal kemampuan belajar. Hasilnya hampir nol. Pokoknya hampir sulit mengungkapkan apa kelebihannya. Mungkin satu-satunya hanya ia terlihat besar dan kuat mirip Hulk. Lalau kutulis :
'Kamu anak yang kuat mirip tokoh atau super hero Hulk. Bapak sangat mengidolakannya, semoga Bapak pun bisa mengidolakanmu sebagai siswa yang mampu bermanfaat dan berguna seperti Hulk di suatu hari kelak.'
Hasilnya? Mereka senyum-senyum GR membacanya. Karena mereka tahu itu jujur tentang mereka. Yang pintar, yang (maaf) mungkin sering kita bilang bodoh, yang baik, yang bandel, yang pendiam semuanya tampak bahagia membaca ada dua baris kalimat pengakuan tentang diri mereka. Saya tidak dengar ada yang bahas nilai matematika, bahasa inggris dan lain-lain. Semua sibuk saling bertanya:
" Apa yang ditulis Bapak Wali Kelas untukmu?" "Catatanmu apa isinya?" "Cieee, kamu dibilang anak yang pemurah hati dan gak pelit. Tapi bener sih. Kamu selalu kasih minjam tipex ke aku." Bahkan anak yang usil berkata: "Ah, ibu wali kelas bohong tuh bilang kamu baik. Baik darimana, dari Hongkong? Perasaan kamu paling bandel di kelas." "Enak aja, emang aku sebenarnya baik kok, tapi tergantung gurunya."
Lalu di semester dua karena waktu mepet saya tidak sempat menuliskan deskripsi kelebihan mereka lagi. Aku pikir biasa aja. Tahu-tahu semua protes. "Bu, kok gak ada catatannya?" "Ah, gak seru Bu. Enam bulan aku cuma mau nunggu itu." Bahkan yang juara satu berkata: "Yaaah, padahal itu yang aku tunggu-tunggu, Bu. Kalau nilainya sih udah bosan lihatnya. Dan segitu-gitu aja. Kami kumpul lagi ya Bu raportnya, biar ibu isi catatannya."
Saya kaget. Di semester lalu saya cuma iseng. Ternyata anak-anak meresponnya lebih dari sekedar yang saya bayangkan. Mereka menginginkannya. Akhirnya saya mulai berpikir dan mengambil kesimpulan sendiri bahwa anak-anak lebih membutuhkan sebuah pengakuan tentang diri mereka daripada sebuah nilai. Mereka butuh pujian yang jujur. Saya justru takut selama ini anak-anak didik saya sebenarnya haus akan sebuah pengakuan hal baik tentang diri mereka. Sejak itu setiap jadi wali kelas selalu saya tuliskan tentang kelebihan mereka. Dan reaksi semua murid selalu sama. Tampak bahagia. Senang. Dan bangga.
Bahkan saya mulai menerapkannya tidak hanya di catatan raport. Tapi sebisa mungkin di setiap penilaian soal. Hanya saja agar tidak terlalu panjang saya akan membahasnya lain kali. Saya tidak tahu apa tindakan saya ini sesuai dengan aturan administrasi kurikulum atau tidak. Atau mungkin juga banyak guru yang sudah melakukan hal serupa. Teman-temanku yang berprofesi sebagai guru, yuk kita lebih membuka diri membaca kelebihan sang anak. Tidak melulu membicarakan kelemahan mereka. Terutama yang bandel yang sering jadi korban.
Tags
Artikel