Terimakasih Ayah


Ayam jago berkokok bersahut-sahutan satu sama lain, memecah keheningan malam, sebagai tanda kalau sebentar lagi fajar menjelang, Lia bangkit dari tempat tidurnya sambil mengusap kedua belah matanya yang terasa pingin nempel karena masih ngantuk. 

Asap mengepul dari dapur, pertanda ayahnya sedang memasak sarapan, dengan berat Lia melangkahkan kakinya ke padusan untuk berwudlu di padasan. Seusai wudlu, menunggu waktu subuh tiba. Lia mengambil buku pelajarannya, dengan seksama ia membaca lembar demi lembar bukunya itu. Tak berapa lama, terdengar suara adzan dari surau pertanda waktu subuh telah tiba. Buku ia tutup dan Liapun menunaikan sholat subuh. Dari luar kamar terdengar seruan ayahnya "Lia... sarapannya sudah siap nak! ayah ke musholla dulu". "Iya yahhh!" jawab Lia, selesai sholat Lia ambil bukunya lagi dan membacanya di dekat meja makan sambil menunggu ayahnya pulang dari musholla.

Sesaat kemudian terdengar langkah kaki mendekati pintu  pertanda kalau pak Suhud ayahnya udah pulang dari jama'ah sholat subuh di musholla yang tak begitu jauh dari rumahnya. "Assalamu'alaikum" "Wa'alaikumussalam" Lia menjawab salam ayahnya. 

Setelah ayahnya pulang, Lia menutup dan mengembalikan bukunya, kemudian mempersiapkan sarapan untuk mereka berdua. Seperti biasa sebelum sarapan, pak suhud ke dapur mengambil air minum dalam gelas dan diberikan kepada putri kesayangannya. Dan itu dia lakukan setiap hari dan hampir tak pernah lupa, padahal di meja makan sudah ada kendi.  Pernah di suatu hari pak Suhud lupa tidak mengambil minum untuk putrinya, betapa menyesalnya dia dan tampaklah kesedihan begitu teramat sangat terbesit pada raut mukanya. Liapun tak pernah bertanya mengapa ayahnya melakukan itu, dan ia pun selalu meminum sampai habis air yang diberikan oleh ayahnya agar ayahnya senang dan tidak kecewa.

Seusai sarapan, pak Suhud ke belakang untuk membersihkan kandang sekaligus memberi makan semua ternaknya, dari ayam yang jumlahnya puluhan ekor, empat ekor kambing  dan dua ekor sapi yang dia miliki. Demikianlah keseharian pak Suhud, seorang petani sekaligus peternak yang rajin, semenjak ditinggal mendiang istrinya yang meninggal karena pendarahan luar biasa dari rahimnya pasca melahirkan putrinya Lia, dia bertekad  membesarkan putri semata wayangnya seorang diri sampai nanti menjadi seorang sarjana yang berguna bagi sesamanya.

Pak Suhud sangat mengidam-idamkan putrinya menjadi seorang guru. Entah apa yang ada dalam benak pikiran pak Suhud sehingga ia tak mencari istri pengganti sebagai ibu baru untuk putri kesangannya. Mungkin saja pak Suhud takut akan cerita kekejaman ibu tiri pada anak-anak tirinya, atau mungkin ada alasan lain  dan hanya pak Suhudlah yang tahu.

Memanfaat waktu yang ada, Lia asyik melanjutkan belajarnya, karena hari ini Senin, 08 April 2019 merupakan UNBK MA/SMA terakhir dengan mapel pilihan yang telah ia pilih, sekaligus keluarnya pengumuman SPAN-PTKIN (Seleksi Prestasi Akademik Nasional Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri).

Tepat pukul 06.30 Lia berangkat ke Madrasah, lebih awal dari biasanya, meskipun ia tahu kalau dirinya berada pada sesi pertama, dan ujian dimulai tepat pukul 08.00 WIB. Setelah token dirilis dan dikeluarkan oleh server pusat. Seusai ujian, Lia tidak langsung pulang, tapi menunggu pengumuman hasil SPAN PTKIN dari wakakur, meskipun sebenarnya ia bisa mengakses sendiri lewat smartphonenya. Beberapa menit kemudian pengumuman pun ditempel pada papan pengumuman dan dishare keberbagai grup media sosial baik oleh guru maupun siswa. Bahkan dalam waktu relatif singkat pengumuman itu sudah menjadi story dibeberapa akun whatsApp, messenger, twitter dan lain sebagainya.

Jantung berdetak kencang tak karuan rasa, Lia berusaha memberanikan diri mendekati papan pengumuman, untuk memastikan dirinya diterima atau tidak. Betapa bahagianya ia, seperti kejatuhan durian runtuh, setelah tahu kalau namanya tertulis diantara deretan siswa yang diterima SPAN PTKIN. Spontan tahmid terucap berkali-kali dari bibirnya, dan tampaklah kedua sudut bola matanya basah dengan air mata bahagia. Ingin rasanya ia cepat pulang berbagi kebahagiaan dengan satu-satunya orang di dunia ini yang paling ia hormati dan sayangi, orang yang telah berkorban siang dan malam untuk dirinya. Tiada lain tiada bukan dia adalah pak Suhud, ayah sekaligus ibu bagi dirinya. Dalam hati Lia bergumam "insyaAllah empat tahun kedepan harapan ayah akan jadi nyata, aku akan menjadi seorang sarjana! amiin ya Allah" Lia sudah hanyut dalam alam imaginasinya yang membalut harapan-harapan begitu indah. Dimana suatu saat nanti ia memakai baju toga wisuda sarjana dengan koncer dipindah oleh seorang Rektor. Dilanjutkan foto bareng bersama ayahnya. Setelah tersadar dari angannya ia pun mengangkat kedua tangannya lalu berdo'a "kabulkan harapanku ya Allah! aku ingin melihat senyum bahagia di mata ayah, karena impiannya jadi nyata aamiin yaa Robb".

Setelah sampai rumah Lia langsung mencari dan memanggill ayahnya "yahhh... ayahhh...!" Karena tak sabar ingin berbagi kebahagiaan dengan ayahnya, Lia berteriak-teriak memanggil ayahnya seperti orang kesurupan "ada apa yaaa Lia? ayah disini" "aku diterima SPAN PTKIN yahhh!" "Apa itu nak?" "Seleksi diterima di perguruan tinggi keagamaa islam negeri melalui jalur prestasi akademik yah" "alhamdulillah nak! akhirnya ikhtiarmu membuahkan hasil" "tidak hanya itu yah! ini juga berkah dari do'a ayah". Lia memeluk dan menyandarkan kepala di dada ayahnya, sedangkan pak Suhud membelai kepala anaknya dengan penuh kasih sayank, mereka berdua tampak begitu bahagia.

Hari-hari berlalu penuh dengan kecerian dan kebahagiaan terbalut oleh rasa syukur pada sang kholik pencipta alam semesta. Disuatu pagi saat sarapan tiba, Lia penasaran ingin tahu apa sebenarnya yang dilakukan ayahnya? mengambilkan segelas air untuknya dari dapur setiap pagi.

Dengan mengendap-endap tanpa sepengetahuan ayahnya, Lia menguping apa yang dilakukaan ayahnya dari luar dapur yang terpisah gedeg. Terdengarlah dari dalam dapur kalau ayahnya sedang menuangkan air ke dalam gelas dengan diiringi do'a-do'a yang penuh dengan berbagai harapan kebaikan, keselamatan untuk dirinya.

Lia pernah mendengar penjelasan dari gurunya di madrasah, kalau sejatinya ada seorang ahli dari negeri nan jauh di sana meneliti secara ilmiah bahwa air bisa menangkap do'a-do'a atau harapan baik yang ditiupkan padanya  sehingga membawa dampak positif bagi orang yang meminumnya. Tak terasa air mata Lia berlinang membasahi kedua pipinya. Mulutnya begumam hatinya berbisik "ayahku memang hebat terimakasih ayah".

Tamat

Kamus Istilah
  • Padusan : kamar mandi zaman dulu dengan bag mandi genuk dan sebelahnya ada padasan.
  • Genuk : sebuah gentong besar yang terbuat dari tanah liat berfungsi sebagai bag mandi atau penampung air.
  • Padasan : gentong kecil berlubang kecil di sebelah sisi samping agak kebawah sebagai pancuran tempat keluarnya air dan ditaruh di tempat agak tinggi untuk berwudlu atau sekedar cuci muka.
  • kendi : ceret untuk minum dari tanah liat yang dibakar.
  • Gedeg : dinding rumah yang terbuat dari anyaman bambu. 
Dipublikasikan Senin, 22 April 2019
Ditulis untuk memenuhi tugas di FLP Pati 

Ahad, 21 April 2019
Anggota FLP Pati 

imammukhtar

Kepala Madrasah di MA PPKP Darul Ma'la

6 Comments

  1. Sangat menginspirasi ceritanya cuy. Sumpah sedih ketika seorang ayah tunggal membesarkan putri semata wayangnya sendirian. Ayah memang hebat.

    ReplyDelete
  2. Wahh, anggota FLP, Kak? Salam dari dinginnya Malang, ya.

    Kosakatanya terasa dekat, justru itu yang membuat cerita ini menjadi menyentuh. Terlebih mengangkat sosok ayah, mungkin bisa dieksplorasi lebih jauh. Tapi, ya, tiap penulis punya ciri khasnya masing-masing.

    ReplyDelete
  3. Kena banget uyy cerpennya, ayah yang hebat yang mampu membesarkan putrinya dengan sepenuh hati

    ReplyDelete
Previous Post Next Post

Contact Form